A. Latar Belakang

Pada tanggal 1 Mei diperingati sebagai hari buruh internasional atau yang biasa disebut sebagai May Day. Hari buruh ini lahir dari perjuangan panjang para pekerja yang memperjuangkan hak-hak mereka saat kapitalisme tumbuh dan berkembang pesat di abad 19 lalu. Pada abad ke-19, perkembangan industri yang sangat pesat memberikan perubahan yang sangat drastis terutama di negara Eropa Barat serta Amerika Serikat. Ketatnya disiplin serta jam kerja yang sangat intensif dan upah yang sangat minim serta kondisi kerja yang buruk melahirkan adanya perlawanan dari para pekerja. Di saat itu tuntutan utama dari para pekerja adalah waktu kerja yang lebih manusiawi yaitu delapan jam. Angka delapan jam ini diambil berdasarkan pembagian waktu 24 jam sehari menjadi: 8 jam kerja, 8 jam beristirahat dan 8 jam berekreasi.

Hari buruh ini dapat digunakan sebagai sarana untuk menghormati perjuangan panjang para pekerja dalam memperjuangkan hak-haknya. Salah satu hak yang penting dan harus diperjuangkan bagi para buruh dan karyawan yaitu maternity leave dan paternity leave. 

B. Pengertian Maternity Leave dan Paternity Leave

Maternity leave atau cuti melahirkan adalah hak cuti seorang karyawan perempuan yang sedang hamil dan setelah melahirkan. Setiap negara memiliki kebijakan atas waktu cuti yang berbeda-beda. Durasi cuti sangat beragam, mulai dari jangka waktu 3 bulan sampai 2 tahun. Cuti melahirkan ini sangat bermanfaat untuk karyawan perempuan yang baru melahirkan. Pasalnya, setelah melakukan persalinan, karyawan pasti memerlukan waktu untuk pemulihan. Karyawan perempuan sebagai Ibu wajib mengurus kebutuhan buah hatinya yang baru lahir. Itulah sebabnya karyawan perempuan mendapat jatah cuti melalui maternity leave agar dapat membangun ikatan batin dengan anaknya.

Sementara, paternity leave adalah hak karyawan pria untuk menyertai istrinya pada saat melahirkan. Dengan adanya paternity leave, pekerja pria dapat membantu proses pasca persalinan sang buah hati. Namun sayangnya paternity leave ini masih kurang diketahui oleh masyarakat. Padahal Paternity leave memiliki manfaat yang besar bagi ayah, ibu, dan anak. Salah satunya adalah untuk mengurangi beban istri ketika mengalami depresi setelah melahirkan. Para ayah juga dapat terlibat langsung dalam mengurus sang buah hati yang baru saja lahir. Dengan demikian, ikatan keluarga antara ayah, ibu, dan anak dapat terbangun.

C. Manfaat Maternity Leave

  1. Menjaga Kesehatan Ibu

Manfaat pertama dari maternity leave adalah untuk memberi ibu kesempatan memulihkan diri pasca melahirkan. Selain untuk beristirahat, maternity leave juga dapat mencegah timbulnya keluhan setelah melahirkan, seperti nyeri punggung, nyeri payudara, sakit kepala, hingga jahitan vagina yang robek. Apabila seorang ibu bisa beristirahat secara optimal, hal ini akan berdampak baik pada produktivitas mereka saat bekerja nantinya.

  1. Menghindari Stres Berlebihan

Setelah melahirkan, seorang ibu biasanya rentan mengalami stres. Kondisi ini bisa diperparah jika ditambah dengan pekerjaan yang menumpuk dari kantor. Jika karyawan tersebut mengalami stres, bukan hanya kesehatan bayinya saja yang akan terganggu, namun kualitas pekerjaan juga dapat menurun.

  1. Beradaptasi dengan Lingkungan Baru 

Maternity leave dapat membantu ibu beradaptasi dengan kondisi setelah memiliki bayi. Pasalnya, perubahan kondisi ini tentu bisa menjadi salah satu faktor pemicu stres bagi ibu. Jika ia harus membiasakan diri mengurus anak sambil bekerja, bisa jadi pekerjaan yang dilakukan nantinya tidak maksimal.

D. Manfaat Paternity Leave

  1. Menurunkan risiko depresi setelah melahirkan

Kehadiran seorang bayi tidak hanya memberikan kebahagiaan tak terbendung bagi keluarga, namun juga membutuhkan perhatian dan juga perawatan yang konstan.  Hal ini tentu saja sangat berat apabila hanya ditanggung sendiri oleh ibu. Tidak jarang para ibu mengalami stress yang berujung pada munculnya depresi berkepanjangan di masa-masa ini. 

Dukungan dari keluarga terutama suami dapat membantu meringankan tekanan batin seorang ibu. Keterlibatan suami dalam merawat bayi juga bisa bermacam-macam, misalnya dengan membantu memandikan bayi, mengganti popok, atau sekadar memberikan kata-kata penyemangat untuk mengembalikan kepercayaan diri istri dan menenangkan rasa cemasnya.

  1. Mempererat ikatan dengan pasangan

Paternity leave dapat memberikan banyak manfaat bagi keluarga di rumah. Menurut survey dari McKinsey & Company menyatakan bahwa 90% pria yang diwawancarai merasakan peningkatan hubungan mereka dengan pasangan selama mengambil paternity leave. Hari-hari awal perawatan bayi yang menantang akan sangat terbantu dengan kehadiran dan partisipasi dari suami. Dukungan secara emosional juga berperan penting dalam menjalin ikatan yang lebih kuat.

  1. Mendukung perkembangan anak

Paternity leave dapat membantu membina hubungan yang kuat antara anak dan ayah dari waktu ke waktu. Saat berada di rumah, para ayah juga dapat membangun ikatan batin yang akan terus diingat oleh anak hingga bertahun-tahun yang akan datang. Ikatan yang lebih erat serta peningkatan interaksi dengan anak juga akan memberikan efek positif bagi perkembangan anak. Sang anak akan berkembang menjadi pribadi yang lebih percaya diri, stabil secara emosional, dan memiliki hubungan sosial yang lebih baik.

  1. Meningkatkan produktivitas kerja

Paternity leave dapat membantu pekerja pria membagi porsi yang seimbang antara bekerja dan meluangkan waktu untuk ber-quality time bersama keluarga. Dikutip dari mckinsey.com, para ayah yang menghabiskan waktu bersama anak-anak mereka mengalami peningkatan kebahagiaan dan kepuasan. Bila keseimbangan ini tercapai, produktivitas di tempat kerja pun akan turut meningkat.

  1. Menetapkan peran orang tua sejak awal

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh McKinsey & Company, mengasuh bersama pasangan di hari-hari, minggu-minggu, atau bulan-bulan pertama kehidupan seorang anak berperan penting dalam membentuk dinamika keluarga. Kedua orang tua dapat belajar bersama mengenai kebiasaan bayi, cara membesarkan anak, bahkan saling beradaptasi untuk menyesuaikan pembagian tanggung jawab antara pekerjaan rumah tangga dan pengasuhan anak.

  1. Membantu mempertahankan karir pasangan

Dengan mengambil paternity leave, suami dapat memposisikan diri untuk mengambil peranan yang sama dengan istri. Bagi ibu yang bekerja, paternity leave bisa menjadi peluang bagi ibu untuk bisa kembali bekerja lebih awal karena dapat bergantian mengasuh anak dengan suami. Pembagian tanggung jawab seperti ini menjadi salah satu wujud komitmen pada hubungan yang lebih adil.

Dikutip dari mckinsey.com, para ayah juga menyatakan bahwa keputusan mereka mengambil paternity leave adalah untuk mendukung karier pasangan dan meminimalkan dampak negatif dalam perkembangan karier sang istri.

E. Dasar Hukum

Di Indonesia, hak maternity leave diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003, pasal 82, ayat 1, yang menyatakan: “Pekerja atau buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama satu setengah bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan satu setengah bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan”.

Selain itu selama masa cuti, gaji atau upah pekerja tersebut juga tetap dibayarkan secara penuh. Hal ini tertera jelas dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003 pasal Pasal 84, yang berbunyi: “Setiap pekerja atau buruh yang menggunakan hak waktu istirahat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (2) huruf b, c, dan d, Pasal 80, dan Pasal 82 berhak mendapat upah penuh”.

Namun, pada aturan terbaru yang ada dalam RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak, aturan maternity leave adalah  menjadi enam bulan alias bertambah dua kali lipatnya. Hal ini dijelaskan pada Pasal 4 ayat (2) huruf a yang berbunyi: “Selain hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap Ibu yang bekerja berhak mendapatkan cuti melahirkan paling sedikit 6 (enam) bulan”. Sementara untuk paternity leave berubah dari dua hari menjadi empat puluh hari. Hal ini tertera dalam Pasal 6 ayat (2) yang berbunyi: “Suami sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berhak mendapatkan hak cuti pendampingan melahirkan paling lama 40 (empat puluh) hari atau keguguran paling lama 7 (tujuh) hari”.

Kemudian, RUU KIA ini akhirnya disahkan oleh DPR RI menjadi RUU inisiatif DPR RI dalam Rapat Paripurna pada tanggal 30 Juni 2022. Dengan begitu, aturan pemberian cuti melahirkan ini berlaku untuk semua badan usaha seperti BUMN, BUMD, swasta, serta instansi pemerintahan seperti PNS dan TNI.

F. Alasan Penambahan Cuti Melahirkan

Gagasan cuti melahirkan enam bulan ini muncul dari fakta bahwa angka stunting di Indonesia tergolong masih tinggi, mencapai 30,8 persen, menurut data Kementerian Kesehatan tahun 2018. Itu berarti satu dari tiga anak kecil tidak akan berkembang karena kekurangan gizi. Alasan paling umum adalah ibu memiliki masalah yang kompleks pada tahap awal menjadi orang tua.

Salah satunya adalah tekanan pekerjaan yang dapat membuat mereka kehilangan kesempatan untuk memberikan ASI eksklusif dan memantau perkembangan anak di masa-masa awal. Banyak ibu yang secara psikologis tidak ingin meninggalkan bayinya yang berusia 3 bulan untuk kembali ke kantor atau pabrik, sehingga lebih sering mengalami stres. Oleh karena itu, usulan perpanjangan cuti melahirkan didukung oleh berbagai badan seperti Komnas Perempuan, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) dan diharapkan ke depan dapat menciptakan SDM Indonesia yang sehat dan unggul.

G. Dampak Penambahan Cuti Melahirkan dari Sisi Perusahaan

Parental leave menjadi dilema bagi pengusaha. Di satu sisi, cukup banyak studi yang mengungkap korelasi positif antara cuti dan peningkatan motivasi dan produktivitas karyawan, dan juga penurunan turnover. Tetapi, disisi lain, cuti yang panjang menimbulkan beban bagi bisnis. Beban yang dimaksud adalah beban finansial, seperti upah karyawan cuti, dan beban non-finansial seperti penambahan pekerjaan merekrut karyawan pengganti, mengatur alih tugas, menyesuaikan peraturan perusahaan, dan sebagainya. 

Mengenai upah cuti, DPR dan pemerintah masih akan mencarikan solusi agar tidak membebani perusahaan. Misalnya, gaji 75% pada 3 bulan kedua cuti bisa diambilkan dari sumber lain, seperti CSR perusahaan atau BPJS Kesehatan jika memungkinkan.

H. Prosedur Mengambil Cuti Melahirkan

Pekerja perempuan yang akan mengambil cuti melahirkan harus memberitahukan kepada atasannya maupun HRD/personalia tempatnya bekerja. Hal ini penting karena 3 bulan bukanlah waktu yang singkat maka diperlukan koordinasi agar pekerjaan tetap lancar meskipun ada pekerja yang sedang melaksanakan cuti melahirkan. Maka pemberitahuan tersebut harus disampaikan dalam kurun waktu yang layak untuk melakukan koordinasi seperti tersebut di atas.

Dalam hal kelahiran terjadi secara mendadak/tidak sesuai hari perkiraan lahir (HPL), pekerja perempuan yang bersangkutan ataupun anggota keluarganya harus memberikan pemberitahuan kepada atasan pekerja maupun HRD/personalia tempatnya bekerja. Yang harus diingat bahwa seluruh proses  pengajuan cuti hamil/melahirkan tidak boleh dipersulit dan menghalangi pekerja perempuan untuk mendapatkan hak cuti hamil/melahirkannya.

I. Maternity Leave Terlalu Lama Mempengaruhi Karir Perempuan

Berbagai negara mengungkapkan bahwa semakin lama ibu baru tidak bekerja, semakin kecil kemungkinan mereka untuk dipromosikan, pindah ke manajemen, atau menerima kenaikan gaji setelah cuti mereka berakhir. Mereka juga berisiko lebih besar dipecat atau diturunkan pangkatnya. Menurut penelitian dari Ivona Hideg, Anja Kristic, Raymond Trau, dan Tanya Zarina dalam Journal of Applied Psychology durasi cuti dapat menciptakan persepsi bahwa perempuan yang mengambil cuti lebih lama sering dianggap kurang berkomitmen pada pekerjaannya dibandingkan perempuan yang mengambil cuti lebih pendek. 

Dalam penelitian tersebut terdapat beberapa cara yang dilakukan oleh manajer, organisasi, dan perempuan agar dapat memerangi konsekuensi negatif yang terjadi dari cuti melahirkan yang lebih lama. Misalnya, manajer dapat memberikan informasi tambahan tentang agensi perempuan dan aspirasi karir untuk menangkal persepsi negatif di antara para pembuat keputusan dan rekan kerja. Selain itu, perusahaan juga bisa mengadakan program “keep-in-touch” dimana pekerja yang sedang mengambil cuti tetap bisa terhubung dengan perusahaan dan juga koleganya. Program “keep-in-touch” ini telah dipelopori oleh beberapa firma progresif di industri hukum dan hubungan masyarakat di Kanada dan Australia sebagai cara untuk mendukung dan mempertahankan karyawan perempuan. Apabila bisa diterapkan di Indonesia mungkin dapat digunakan untuk menangkal konsekuensi negatif tersebut juga.

Kebijakan maternity leave yang lebih lama yang diatur undang-undang dapat secara tidak sengaja merusak kesetaraan gender dengan merusak prospek karir perempuan. Dengan demikian, kebijakan tersebut perlu dibarengi dengan langkah-langkah tambahan seperti mendorong “keep-in-touch” atau program-program terkait seperti mendorong lebih banyak laki-laki mengambil paternity leave, yang  diharapkan dapat mengurangi jumlah waktu absen perempuan dari pekerjaan dan juga menjadikannya hal normal bagi laki-laki dan perempuan untuk menggunakan cuti dari pekerjaan. untuk merawat anak-anak mereka.

Kemampuan untuk mengambil cuti penuh sebagai orang tua tanpa ditakutkan mengurangi promosi, gaji, atau prospek kepemimpinan seseorang sangat penting untuk kesetaraan gender yang lebih besar di tempat kerja dan untuk membantu semua orang tua yang bekerja, dan khususnya ibu, mencapai keseimbangan kehidupan kerja yang lebih baik. 

J. Pelanggaran Hak Maternity Leave

Dalam praktiknya masih banyak perlakuan diskriminasi yang dilakukan oleh para pengusaha kepada perempuan yang ingin mengambil cuti hamil dan melahirkan. Pelanggarannya bisa dalam berbagai bentuk, salah satunya adalah tidak menggaji secara penuh pekerja perempuan yang sedang cuti melahirkan. Padahal dalam Undang-Undang tertera jelas bahwa pekerja yang mengambil cuti hamil harus diberikan upah secara penuh. Selain itu juga banyak pekerja yang diperintah oleh atasannya untuk resign sebelum cuti melahirkan bahkan di PHK saat menikah atau melahirkan. Pengusaha hanya sebatas memberi hak cuti yang tiga bulan saja. Selebihnya mengenai hak mendapatkan gaji penuh, tunjangan kesehatan atau perawatan ketika hamil, penggantian biaya persalinan dan hak menyusui selama bekerja hampir semua pengusaha mengabaikannya.

SUMBER :

Arfianto, Mohamad Elki. (2018). Pemenuhan Hak Pekerja Wanita yang Mengambil Cuti Hamil dan Melahirkan. Undergraduate (S1) thesis, University of Muhammadiyah Malang.

Republik Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

Badan Legislatif Republik Indonesia. Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia Tentang Kesejahteraan Ibu Dan Anak.

https://www.ekrut.com/media/catat-ini-pentingnya-paternity-leave-setelah-istri-melahirkan

https://gajimu.com/pekerjaan-yanglayak/hak-pekerja-perempuan/hamil-dan-melahirkan

https://hbr.org/2018/09/do-longer-maternity-leaves-hurt-womens-careers

https://www.gadjian.com/blog/2022/06/24/aturan-cuti-melahirkan-6-bulan-2022/