Kasus bullying dianggap sebagai pelanggaran sila ke-2 Pancasila karena hak dan martabat seseorang tidak dihargai, dimana seorang individu diperlakukan tidak setara karena individu lain menganggap dirinya lebih baik dalam segi tertentu.

Kemanusiaan yang adil dan beradab berarti seluruh masyarakat harus mendapatkan kesempatan yang sama dalam mendapatkan hak-haknya sebagai manusia dengan sifat manusiawinya. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia mengandung makna bahwa seluruh masyarakat Indonesia (termasuk anak Indonesia) harus mendapatkan kesempatan yang sama untuk menjadi pribadi yang mempunyai akses terhadap semua sektor pembangunan (sosial, ekonomi, kesehatan, lingkungan, dan lain sebagainya) dengan prinsip kesetaraan dalam penghidupan yang layak.

Undang-Undang Dasar 1945 pada Bab XA tentang Hak asasi manusia, pasal 28B ayat (2) disebutkan bahwa “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. Selanjutnya pada pasal 28G ayat (1) disebutkan bahwa “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. Hal ini diperkuat pula pada ayat (2) disebutkan bahwa “Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia…”

Tindakan yang Dapat Dikategorikan Tindakan Bullying

  1. Kontak Fisik Langsung

Tindakan memukul, mendorong, menggigit, menjambak, menendang, mengunci seseorang dalam ruangan, mencubit, mencakar, juga termasuk memeras dan merusak barang yang dimiliki orang lain.

  1. Kontak Verbal Langsung

Tindakan mengancam, mempermalukan, merendahkan, mengganggu, memberi panggilan nama (name-calling), sarkasme, merendahkan (put downs), mencela/mengejek, mengintimidasi, memaki, menyebarkan gosip.

  1. Perilaku Non-Verbal Langsung

Tindakan melihat dengan sinis, menjulurkan lidah, menampilkan ekspresi muka yang merendahkan, mengejek, atau mengancam; biasanya disertai oleh bullying fisik atau verbal.

  1. Perilaku Non-Verbal Tidak langsung

Tindakan mendiamkan seseorang, memanipulasi persahabatan sehingga menjadi retak, sengaja mengucilkan atau mengabaikan, mengirimkan surat kaleng.

  1. Cyber Bullying

Tindakan menyakiti orang lain dengan sarana media elektronik (rekaman video intimidasi, pencemaran nama baik lewat media social)

  1. Pelecehan Seksual

Kadang tindakan pelecehan dikategorikan perilaku agresi fisik atau verbal.

Data Kasus Bullying dalam Konteks Kekerasan

Data dari Kementerian Kesehatan RI (2018) menyebutkan bahwa 50% anak usia sekolah melaporkan pernah mengalami tindakan   kekerasan   (bullying)   di   sekolah.

Tindak Bullying Laki-Laki Terhadap Perempuan

Perbedaan gender tidaklah terlalu dipermasalahkan untuk beberapa orang, namun perbedaan itu menjadi masalah ketika menghasilkan ketidaksetaraan, dimana laki-laki memperoleh dan menikmati posisi yang lebih baik dan menguntungkan daripada perempuan. Jadi yang dipermasalahkan bukan sebatas pembedaan laki-laki dan perempuan. Kesenjangan gender yang menimbulkan berbagai bentuk ketidakadilan dan pembatasan berdasar jenis kelamin dan perempuan merupakan pihak yang lebih mudah sebagai korban.

Kasus Bullying dalam Konteks Kekerasan Seksual di Lingkungan Sekolah

Kasus bullying kini marak terjadi, tidak hanya di masyarakat namun kasus ini terjadi di dunia pendidikan. 

fakta menunjukkan bahwa angka kekerasan terhadap anak masih tinggi dan cenderung meningkat di setiap tahunnya. Peningkatan tersebut tidak hanya dari segi kuantitas atau jumlah kasus yang terjadi, bahkan juga dari kualitas. Dan yang lebih tragis lagi pelakunya adalah kebanyakan dari lingkungan keluarga atau lingkungan sekitar anak itu berada, antara lain di dalam rumahnya sendiri, sekolah, lembaga pendidikan, dan lingkungan sosial anak.

Kasus JIS, seolah menjadi pintu pembuka bagi terungkapnya berbagai kasus kekerasan seksual terhadap anak. Di Medan, seorang ayah tega mencabuli anak perempuannya yang baru berumur 18 bulan. Di Kukar, seorang guru SD menjadi tersangka kasus sodomi terhadap seorang siswanya. Di Cianjur, pedofilia melibatkan seorang oknum guru SD di Yayasan Al-Azhar. Pelaku berinisial AS diduga melakukan pelecehan seksual terhadap belasan muridnya. Sedangkan di Aceh, seorang oknum polisi ditahan setelah mencabuli 5 bocah

Kondisi ini membuktikan bahwa negara belum sepenuhnya memberikan jaminan keselamatan dan kesejahteraan bagi anak-anak, yang notabene mereka adalah aset bangsa yang membutuhkan status kesehatan masyarakat yang optimal agar kelak bisa meneruskan estafet kepemimpinan bangsa

Realitas Kekerasan Seksual yang Terjadi Pada Anak

Pada saat ini kasus kekerasan seksual pada anak menjadi berita yang sering muncul di berbagai media baik cetak maupun elektronik. 

kasus pemerkosaan pada gadis SMP 14 tahun berinisial YY yang sedang pulang sekolah dan dihadang 14 pemuda yang sedang mabuk karena minuman keras. Dan tragisnya lagi YY diperkosa dengan cara yang keji dan bahkan tidak manusiawi oleh ke-14 pemuda yang 7 diantaranya masih anak-anak. Bakkan satu diantaranya adalah kakak kelas YY di SMP yang sama. Dan yang menyedihkan lagi pemerkosaan tersebut tidak hanya pada alat kelamin YY, tetapi juga pada anus dan mulut YY. Tidak hanya itu, setelah puas melampiaskan nafsu bejatnya, para pemuda tersebut lantas membuang mayat YY begitu saja di jurang yang tidak jauh dari lokasi pemerkosaan.

Penyebab Kasus Kekerasan dan Bullying pada Anak

  1. Kurangnya Pengawasan Orang Tua
  2. Kepedulian Masyarakat Kurang
  3. Hukum tanpa efek jera
  4. Masih dalam kondisi puber sehingga sedang mencari jati diri tanpa pengawasan yang benar
  5. Adanya sikap Impulsif
  6. Adanya dendam pada masa lalu

Cara Mencegah Kekerasan Pada Anak

  1. Jadikan Orang Tua Sebagai Figur Utama
  2. Komunikasi yang Efektif antara Orang tua dan Anak
  3. Pilih teman bermain yang baik dan sehat
  4. Batasi penggunaan Handphone
  5. Kenali Perubahan Terhadap Anak
  6. Ciptakan Privasi yang baik di Rumah
  7. Berikan anak pengetahuan mengenai cara melindungi diri

Nilai Pancasila sebagai solusi Efektif Mencegah Kekerasan Pada Anak

Kekerasan seksual pada anak baik perempuan maupun laki-laki tentu tidak boleh dibiarkan. Kekerasan seksual pada anak adalah pelanggaran moral dan hukum, serta melukai secara fisik dan psikologis. 5 Hal ini sangat bertentangan dengan nilai Pancasila khususnya sila ke-2, Kemanusiaan yang adil dan beradab. Sila Kemanusiaan mempunyai pengertian bahwa komunikasi antar manusia di semua tingkat yang manusiawi serta hubungan antar manusia senantiasa adil. Dalam arti ini, kebaikan apa pun apabila tidak adil itu tidak baik, dan perbuatan yang tidak adil tidak pernah benar. Demikian pula makna beradab mengandaikan tuntutan paling dasar Pancasila agar manusia membawa diri selalu secara beradab. Sebaliknya, kelakuan yang tidak beradab tidak pernah bisa dibenarkan

pada butir (5) Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Salah satu cara yang dapat dilakukan dalam mencegah terjadinya kekerasan seksual pada anak adalah dengan meningkatkan perilaku (pengetahuan, sikap dan tindakan) anak-anak tentang kesehatan reproduksi, sehingga mereka mampu untuk menolak terhadap kejadian kekerasan seksual yang dialaminya. Pendidikan kesehatan reproduksi pada anak-anak sekolah sangat efektif untuk memberikan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi sehingga manfaat diberikannya pendidikan tersebut bisa tercapai.

Berdasarkan kondisi tersebut, perlu dilaksanakan sosialisasi terkait implementasi model penanaman nilai kesetaraan gender guna mencegah tindakan bullying di lingkungan sekolah. Materi pendidikan seks yang tepat yang dapat diberikan oleh orang tua dan guru untuk anak usia dini (6-12 tahun) meliputi : (1) Pengenalan perbedaan laki-laki dan perempuan; (2) Perilaku Menjaga Kebersihan Organ reproduksi; (3) Masa Pubertas; serta (4) Upaya Mencegah Kekerasan Seksual. Pendidikan seks sejak dini ini sebagai upaya dalam rangka meminimalkan dampak negatif yang lebih mengkhawatirkan, dimana pada anak laki-laki akan memiliki softskill untuk menolak ajakan teman untuk melakukan upaya kekerasan atau pelecehan pada anak perempuan. Sedangkan untuk anak perempuan, pendidikan seks akan menanamkan soft skill keberanian dan percaya diri untuk menangkal pelecehan seksual, dengan cara melawan, berteriak, kemudian lari menuju pada orang tua atau orang lain yang dikenal.

Sumber

  1. UUD NRI Tahun 1945
  2. UU No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
  3. Peraturan Presiden No 75 Tahun 2015 Tentang Rencana Aksi Nasional HAM
  4. PermenPPA No 11 Tahun 2011 Tentang Kebijakan Pengembangan Kabupaten/Kota Layak Anak 
  5. https://jurnalfkip.unram.ac.id/index.php/JPPM/article/view/4171/2662