Transportasi publik yang aman dan nyaman merupakan hal yang cukup sulit ditemukan, terutama di kota, termasuk di lintas Jogja-Solo. Angkutan umum yang tersedia bisa disebut masih jauh dari kata nyaman dan aman. Kasus-kasus kriminal di angkutan umum masih sering terjadi. Mulai dari pencopetan, penodongan, hingga yang paling ekstrem adalah pelecehan seksual.

Ada beberapa hal yang menjadi indikator dari kepuasaan pelanggan. Pagano dan McKnight dalam Masri (2002), mengembangkan pengukuran kepuasan pelanggan yang sering digunakan pada jasa transportasi, meliputi delapan aspek pelayanan masing-masing dipercaya mewakili kebutuhan dasar dari keseluruhan dimensi kualitas, yaitu:

  1. Kenyamanan (Comfort)

Adanya jaminan (guaranteed space), kondisi dan kebersihan kendaraan (condition and cleanliness of vehicles), kemulusan perjalanan (smoothness of ride), ventilasi dan penyejuk udara (air conditioning and ventilation), tempat berlindung (shelter)dan tempat duduk untuk menunggu di luar ruang.

  1. Keamanan (Safety)

Resiko kemungkinan terjadi kekerasan dan kecelakaan rendah (low probability of assault or accidental injury), lintasan kereta api yang aman, jalur rel kereta api yang aman dan masinis yang mengutamakan keamanan

  1. Tanggung Jawab Pada Individual (Responsiveness to Individual)

Operator atau customer service yang ramah dan responsif, memberikan informasi yang jelas, mengikuti prosedur, bertanggung jawab pada keluhan dan pemberian saran.

Dikutip dari facebook info cegatan jogja, terdapat salah seorang pengguna facebook yang menyampaikan keluhan kepada manajemen PT KAI Jogja. Beliau mengatakan, “Sebagai konsumen krl jogja solo ingin menyampaikan saran pembagian gerbong atau pemisahan antara Wanita dan pria. Karena setiap weekend atau setiap berangkat perjalanan jika naik dari stasiun Lempuyangan selalu tidak mendapat tempat duduk maka berharap langsung ke stasiun Tugu untuk bisa mendapat tempat duduk. Padahal lebih dekat dari stasiun Lempuyangan, tetapi harus mengalah ke Tugu. Di sana pun masih harus berlomba dengan pria untuk bisa mendapat tempat duduk. Ada kalanya merasa risih jika harus berdempetan selama perjalanan jogja ke solo sekitar 1 jam.” Dari kasus tersebut maka pengguna tersebut ingin  jika terdapat gerbong khusus Wanita agar bisa lebih leluasa mencari tempat duduk. 

Kementerian Perhubungan sejak 2010 telah meresmikan gerbong khusus wanita, disebut KKW singkatan Kereta Khusus Wanita. Dikutip dari laman resmi Kementerian Perhubungan, Menteri Perhubungan, Freddy Numberi mengatakan Pengoperasian Kereta Khusus Wanita merupakan terobosan baru sebagai wujud pelayanan transportasi Kereta Api kepada publik pengguna kereta api. Tujuan adanya gerbong ini dalam rangka memisahkan tempat antara penumpang laki-laki dan perempuan, dengan harapan memberikan keamanan dan kenyamanan, untuk kalangan perempuan baik yang bekerja maupun tidak. 

Sayangnya, upaya pemerintah untuk memberikan kenyamanan bagi perempuan yang menggunakan transportasi umum ini belum membuahkan hasil maksimal. Bukan sekali dua kali sejumlah perempuan memberikan testimoni mengenai tidak enaknya berada di gerbong khusus perempuan yang mereka pilih dengan sengaja. Alih-alih merasa aman dan nyaman, mereka mengaku harus mengecap pengalaman sepat seperti berebut tempat, saling cibir, bahkan tengkar mulut dengan sesama perempuan yang justru membikin naik pitam dan letih kian menjadi. Sebagian memandang gerbong khusus perempuan sebagai arena tempur di mana yang cekatan melihat peluang, dia yang menyabet kenikmatan.

Menimbang Efek Samping Gerbong Khusus Perempuan

Bicara tentang aksi afirmasi tidak pernah terlepas dari pro-kontra terhadapnya. Di satu sisi, penyediaan ruang khusus perempuan memfasilitasi kebutuhan perlindungan perempuan dari risiko pelecehan seksual di transportasi publik. Cheon Eun-hye, mahasiswi di Korea Selatan menyatakan kepada Korea Times, bahwa dirinya sering merasa tidak aman ketika berada di KRL dengan menggunakan rok pendek karena berbagai kasus pelecehan seksual yang sering terjadi. Ada hal implisit yang ditangkap dari pengadaan gerbong atau ruang khusus perempuan: peneguhan bahwa perempuan tidak berdaya dan pelecehan seksual tidak bisa terelakkan, demikian dikemukakan oleh Laura Bates, penggagas Everday Sexism Project dalam program BBC Woman’s Hour. 

Selain itu, terdapat pendapat mengajarkan laki-laki untuk tidak berbuat mesum dan menghormati perempuan di mana pun berada jauh lebih penting dan lebih efektif untuk menciptakan keamanan dan kenyamanan. Hal ini mengindikasikan adanya suatu pengkotakan sifat yang menjadi stereotip atau di generalisasi bahwa laki-laki tidak bisa dipercaya dan perempuan tidak bisa melakukan mobilisasi tanpa kekhawatiran akan keamanannya. Lain halnya jika perempuan masih menganggap lebih membutuhkan kursi daripada laki-laki jelas untuk penganut feminis menolak. Perempuan selama ini diposisikan sebagai orang yang lemah lembut, perasa. Sementara laki-laki diposisikan sebagai orang yang kuat fisik dan mentalnya. Padahal mungkin ada penumpang laki-laki yang memang membutuhkan kursi karena kondisi kesehatannya tetapi tidak terlihat secara kasat mata. 

Gerbong Khusus Wanita apakah efektif?

Kesaksian soal ganasnya gerbong khusus wanita di Kereta Rel Listrik (KRL/ Commuter Line) bermunculan usai aksi perkelahian dua perempuan menjadi viral. Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mendorong agar keberadaan gerbong khusus wanita ditinjau ulang. “Gerbong khusus perempuan perlu dievaluasi,” kata Komisioner Komnas Perempuan Indriyanti Suparno. Komnas Perempuan memandang penyediaan alat transportasi yang ramah untuk perempuan memang menjadi tugas pemerintah. Namun bukan berarti solusi Kereta Khusus Wanita (KKW) adalah harga mati.

Gerbong berwarna pink itu ternyata tidak menjamin terpenuhinya kebutuhan. Sikap toleransi antar perempuan malah sulit terbangun. Awalnya, gerbong itu diadakan sebagai langkah praktis menyelamatkan perempuan dari pelecehan seksual.

Aku Perempuan, Maka Aku Selalu Benar

Kalimat ini sering sekali dijadikan lawakan seksis di mana-mana. Aneka pengalaman mirip membuat kalimat bernada generalisasi ini populer. Terkadang, yang mengalaminya juga kaum perempuan sendiri. Lebih lanjut mengenai gerbong khusus perempuan, Stevi menceritakan pengalamannya sebagai perempuan yang tengah hamil enam bulan. Bukannya mendiskreditkan perempuan. Tapi terkadang, ibu-ibu di gerbong cewek lebih galak dibanding ibu-ibu kehilangan Tupperware. Saking sengitnya persaingan kenyamanan di kereta, dibutuhkan strategi sendiri untuk mencapainya. Contohnya, naik kereta di stasiun transit. Hal ini Stevi lakukan supaya ia bisa mendapat kursi dan menjaga kondisinya serta kandungannya. karena terkadang orang tidak mau memberikan kursi prioritasnya meskipun secara kasat mata terlihat bahwa dia adalah orang yang mendapatkan prioritas tempat duduk. ada juga teman Stevi yang lagi hamil sampai hampir pingsan, baru mendapatkan tempat duduk. Itu pun setelah dibantu petugas yang awalnya tidak sadar ada ibu hamil. Ada juga ibu hamil lainnya di gerbong khusus perempuan. Kursi prioritas saat itu telah diisi oleh lansia dan ibu hamil lainnya. Saat hendak meminta kursi reguler kepada salah satu penumpang perempuan, ia malah disemprot supaya minta ke gerbong campuran aja, jangan minta di gerbong perempuan. Melihat fakta-fakta semacam ini, maka tidak heran bila ujaran gerbong perempuan itu lebih ganas jadi populer dan diamini banyak orang, meski tidak selamanya orang-orang dengan kepekaan tinggi absen dari gerbong perempuan.

Commuter Jogja-Solo Belum Implementasikan Gerbong Perempuan

Kereta Commuter Indonesia (KCI) jalur Jogja-Solo belum mengimplementasikan gerbong khusus perempuan. Salah satu alasannya, mayoritas penggunanya adalah laki-laki, sekitar 65 persen. Selain itu, kebanyakan penumpang merupakan warga lokal yang diklaim memiliki kearifan budaya. VP Corporate Secretary KAI Commuter Anne Purba mengatakan, kondisi commuter Jogja-Solo sangat kondusif. Kendati terdapat masukan terkait pro-kontra keberadaan gerbong khusus perempuan. Jadi gerbong commuter perempuan untuk Jogja-Solo belum diimplementasikan

Fungsi utama keberadaan gerbong khusus adalah menekan terjadinya pelecehan terhadap perempuan. Namun ditekankan, pelecehan bukan hanya perempuan. Laki-laki pun bisa menjadi korban. Maka yang lebih penting adalah edukasi.

Salah satu gerakan PT KCI adalah melakukan edukasi pencegahan sex di transportasi umum khususnya KRL. Dilansir dari Akun TikTok @sellyy02_ ia turut membagikan stiker dan poster mengenai Stop Kekerasan Seksual

Dalam upaya membangun kepedulian, KCI juga menyediakan layanan aduan 24 jam. Aduan dapat dilayangkan melalui sosial media di @commuterline. Penumpang juga bisa menghubungi call center (021) 121 atau email ke commuter.care@krl.co.id jika menemukan atau mengalami kejadian.

Kini sudah saatnya melangkah lebih maju lagi. Penyediaan gerbong tak hanya diperlukan sebatas berdasarkan jenis kelamin, namun perlu lebih spesifik seturut kebutuhan. Yakni kebutuhan penumpang perempuan hamil, penumpang penyandang disabilitas, hingga kaum lansia. Semua perlu mendapat gerbong khusus.

Sauce

https://radarjogja.jawapos.com/jogja/65765968/commuter-jogjasolo-belum-implementasikan-gerbong-perempuan